![]() |
Patung Bunda Maria Assumpta diarak menuju Gereja Santo Petrus Serenaru Labuan Bajo (Foto : NP/GB) |
Labuan Bajo- Nusapagi.com || Ketika senja menuruni cakrawala Labuan Bajo, bukan hanya keindahan alam yang memukau, tapi juga satu arus tak kasat mata yang mengalir kuat: arus kasih dan iman. Pada momen istimewa itu, ribuan umat Katolik berkumpul, membawa lilin, doa, dan harapan, menyambut Patung Bunda Maria Assumpta simbol cinta Ilahi yang tak pernah pudar.
Jalan-jalan kota pun berubah menjadi jalur ziarah, penuh cahaya dan keheningan yang menggugah. Prosesi ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi sebuah peristiwa jiwa yang merangkul sejarah, budaya, dan spiritualitas menjadi satu simfoni kebersamaan.
Ritual Adat : Di Titik Pertemuan Iman dan Tradisi
Tepat pukul 17.00 WITA, di pertigaan SMK Stella Maris, Senin, (04/08/2025) langkah pertama prosesi dimulai. Tapi bukan langkah kaki yang terdengar duluan melainkan hentakan budaya. Tarian adat Manggarai yang dibawakan oleh para tetua berpakaian tradisional menjadi pembuka. Di hadapan Patung Maria, mereka menari dan mempersembahkan sesaji, bukan untuk mempertentangkan kepercayaan, melainkan merayakan keselarasan.
Bunga-bunga ditabur, lilin menyala, dan langit sore menyaksikan bagaimana iman tidak mencabut akar budaya, melainkan menumbuhkannya dalam cinta yang lebih luas.
Sungai Manusia dan Lautan Lilin
Di atas tandu berhiaskan bunga, Patung Bunda Maria yang berselimut kain putih dan jubah biru langit diusung perlahan, melintasi rute dari Jalan Wae Bo menuju Gereja Santu Petrus Serenaru. Di sekelilingnya, umat menyanyikan “Ave Maria” dengan lembut dalam bahasa Latin, Indonesia, dan Manggarai seolah menenun doa dalam tiga lapisan makna.
Dari ketinggian, prosesi itu tampak seperti sungai cahaya, arus umat dan nyala lilin yang menyatu dalam arak-arakan kasih. “Bunda, bimbing kami dalam terang Putra-Mu,” bisik seorang ibu dengan suara bergetar. Sebuah doa kecil, namun menggema luas dalam batin semua yang hadir.
Malaikat Kecil dan Suara Gembala
Setiba di halaman Gereja Serenaru, suasana semakin khidmat. Gadis-gadis kecil dalam balutan busana adat menyambut kedatangan Sang Bunda dengan tarian gemulai, seperti malaikat kecil yang menari di bumi. Setiap gerak adalah ungkapan cinta, setiap senyum adalah sapaan doa.
Dalam homilinya, Vikep Labuan Bajo, RD Yuvensius Rugi, mengajak umat untuk meneladani Maria. “Ia adalah pelita yang membawa kita kepada Kristus. Kita semua dipanggil menjadi terang kasih di tengah dunia yang semakin gelap,” ucapnya. Pesan itu disampaikan bukan dengan nada tinggi, tetapi dengan keheningan yang merasuk.
Ekaristi Penutup : Saat Langit Turut Berdoa
Prosesi mencapai puncaknya dalam perayaan Ekaristi yang tenang dan penuh haru. Altar yang dipenuhi bunga putih menjadi lambang kesucian dan kedamaian. Dan saat Patung Maria akhirnya diletakkan di sisi Tabernakel, keheningan turun laksana selimut berkat.
Air mata jatuh tanpa suara. Doa dilantunkan tanpa perlu pengeras. Seorang remaja berlutut dalam diam, menatap wajah lembut Sang Bunda, lalu berbisik: “Maria diangkat ke Surga, doakan kami yang masih berjuang di dunia.” Satu kalimat, tapi mewakili harapan seluruh umat.
Maria dan Manggarai: Bukan Dua Dunia yang Berbeda
Di tanah Manggarai, prosesi ini bukan hanya bagian dari kalender liturgi. Ia adalah ritual hati. “Bunda Maria adalah Ibu semua bangsa,” ujar seorang tokoh adat. “Dan di sini, kami menyambutnya dengan jiwa Manggarai kami yang utuh.”
Bunda Maria Assumpta hadir bukan untuk menggantikan nilai-nilai budaya, tapi untuk menegaskannya dalam terang kasih yang abadi. Ia adalah “Bintang Pagi” penunjuk arah menuju Kristus di tengah dunia yang penuh gelap dan gaduh.
Kasih yang Mengalir Tanpa Henti
Labuan Bajo telah menyaksikan arak-arakan yang lebih dari sekadar perayaan religius. Ia menyaksikan sungai kasih yang mengalir dalam bentuk manusia dan lautan lilin yang menyala dalam jiwa. Prosesi ini boleh berakhir, tapi pesannya menetap:
Di mana Maria dimuliakan, di sanalah kasih Allah mengalir deras.
Dan seperti sungai yang terus mengalir ke laut, kasih dari ziarah ini akan terus hidup dalam hati umat—di Labuan Bajo, dan di mana pun nama Maria disebut dengan cinta.***(NP/Gonzales B)
Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.