![]() |
Antrian panjang di SPBU Jl. Wirajaya Ende, NTT |
Ende - Nusapagi.com || Kabupaten Ende kembali dilanda krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam beberapa hari terakhir. Kelangkaan ini memicu keresahan di tengah masyarakat karena mengganggu berbagai aktivitas vital, mulai dari transportasi umum, distribusi barang, hingga roda perekonomian harian.
Sekretaris Forum Akar Muda Ende (AME), Marianus Nggumbe Nggoi, menegaskan bahwa pemerintah daerah dan Pertamina harus segera bertindak untuk mengatasi masalah ini sebelum dampaknya semakin meluas.
"Pemerintah dan Pertamina tidak boleh diam. Apapun alasan kelangkaan BBM, jangan sampai rakyat yang jadi korban,” tegas Marianus saat ditemui di Ende, Sabtu (9/8/2025).
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pertamina, pemerintah daerah, maupun DPRD Ende terkait penyebab pasti kelangkaan BBM yang melanda wilayah tersebut. Menurut Marianus, publik berhak mendapatkan informasi yang jelas dan terbuka.
“Minimal pemerintah menyampaikan informasi yang pasti. Diam bukan pilihan,” ujarnya.
AME menilai kelangkaan kali ini bukan sekadar masalah teknis distribusi, melainkan menyangkut tata kelola pasokan energi di daerah yang dinilai masih lemah.
Marianus bahkan mendorong masyarakat yang terdampak secara langsung untuk menuntut kompensasi dari pihak terkait, terutama jika aktivitas ekonomi mereka terganggu.
“Jika aktivitas ekonomi terganggu, ada kerugian nyata yang harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Antrean Panjang di SPBU
Pantauan di lapangan menunjukkan antrean panjang kendaraan di sejumlah SPBU di Kota Ende sejak malam hari. Banyak warga yang terpaksa mengurangi mobilitas karena khawatir kehabisan bahan bakar.
Kondisi ini turut berdampak pada angkutan umum, di mana beberapa sopir memilih tidak beroperasi demi menghemat sisa stok BBM. Distribusi barang ke pasar-pasar pun ikut terhambat.
AME mengingatkan bahwa situasi ini harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah untuk menyiapkan cadangan energi sebagai langkah antisipasi apabila pasokan dari pusat terganggu.
“Tanpa kebijakan jangka panjang, risiko kelangkaan seperti ini akan terus berulang,” pungkas Marianus.***
Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.