Advertisement
Scroll Keatas Untuk Lanjutkan Membaca
BREAKING NEWS

Rapat Paripurna Interpelasi Ricuh, Empat Fraksi DPRD Ende Usulkan Hak Angket

   
Rapat Paripurna Interpelasi Ricuh, Empat Fraksi DPRD Ende Usulkan Hak Angket

Rapat Paripurna Interpelasi Ricuh, Empat Fraksi DPRD Ende Usulkan Hak Angket

Rapat Paripurna Interpelasi Ricuh, Empat Fraksi DPRD Ende Usulkan Hak Angket
Suasana Paripurna Interpelasi di DPRD Ende terhenti karena Kondisi yang tidak kondusif (NP/EB)

Ende - Nusapagi.com || Ketegangan politik antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Ende mencapai titik kulminasi. Rapat Paripurna DPRD Ende terkait Hak Interpelasi terhadap Bupati Ende, Rabu (17/12/2025), berubah ricuh dan berujung pada pengajuan Hak Angket, menandai memburuknya relasi kekuasaan antara DPRD dan Pemerintah Daerah.


Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Ende Flavianus Waro itu sedianya menjadi forum konstitusional bagi DPRD untuk menguji kebijakan eksekutif. Namun, perbedaan tafsir atas mekanisme interpelasi justru membuka ruang konflik terbuka antara Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda dan mayoritas fraksi di parlemen daerah.


Pemicu utama ketegangan adalah desakan Fraksi PKB agar Bupati menjawab langsung pertanyaan terkait dugaan perubahan struktur APBD 2025. Bagi DPRD, permintaan jawaban langsung dinilai sebagai bentuk akuntabilitas politik eksekutif di hadapan wakil rakyat. Sebaliknya, Bupati bersikukuh menjalankan agenda formal rapat, yakni menjawab setelah seluruh fraksi menyampaikan pertanyaan.


Perbedaan sikap tersebut berkembang menjadi pertarungan simbolik kewenangan. Di satu sisi, DPRD menegaskan posisinya sebagai lembaga pengawas tertinggi kebijakan daerah. Di sisi lain, eksekutif mempertahankan prosedur sebagai legitimasi pemerintahan yang tertib.


Ketegangan kian memanas ketika hujan interupsi mewarnai sidang, disertai aksi pemukulan meja, pembantingan mikrofon, hingga pelemparan papan nama. Situasi ini memperlihatkan rapuhnya komunikasi politik antara dua lembaga strategis daerah.


Keputusan Bupati meninggalkan ruang sidang dengan alasan situasi tidak kondusif justru memperlebar jurang konflik. Langkah tersebut ditafsirkan DPRD sebagai bentuk ketidakpatuhan eksekutif terhadap forum Paripurna yang secara politik merupakan ruang tertinggi pengambilan sikap lembaga legislatif.


“Rapat Paripurna adalah ruang yang terhormat dan tertinggi. Keluarnya Bupati mencederai martabat lembaga DPRD,” tegas Wakil Ketua DPRD Ende Flavianus Waro, yang menilai ada upaya menggiring Bupati keluar ruang sidang di tengah dinamika politik yang memanas.


Pasca-skorsing, DPRD melanjutkan rapat tanpa kehadiran eksekutif dan mengambil langkah politik lanjutan dengan mengusulkan Hak Angket. Empat fraksi yakni PKB, PSI, NasDem, dan Golkar secara terbuka membangun poros politik pengusung angket, sementara fraksi lain terbelah antara abstain dan menolak.


Peta fraksi tersebut menegaskan bahwa konflik ini bukan sekadar soal teknis persidangan, melainkan refleksi konstelasi politik di DPRD Ende. Hak Angket menjadi instrumen tekanan politik yang lebih keras ke dalam fase pengawasan yang lebih intensif.


Meski demikian, Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda menepis tudingan ketidakpatuhan. Ia menegaskan keputusannya meninggalkan ruang sidang merupakan langkah menjaga stabilitas pemerintahan.


“Situasi sudah tidak kondusif. Jika dipaksakan, forum akan berubah menjadi debat kusir yang tidak sesuai mekanisme interpelasi,” ujarnya saat diwawancara media ini di rumah jabatan Bupati Ende.


Bupati juga menegaskan bahwa pemerintah tetap siap menjawab interpelasi sesuai prosedur, dengan memilah pertanyaan yang relevan dan substansial.


Agenda pertemuan antara pimpinan DPRD dan Bupati Ende yang difasilitasi Pemerintah Provinsi NTT dalam pembahasan APBD 2026 dinilai menjadi ruang kompromi politik. Namun, DPRD menegaskan jalur dialog tersebut tidak serta-merta menghentikan proses Hak Angket.


Dengan eskalasi ini, Kabupaten Ende memasuki babak baru dinamika politik lokal, di mana relasi eksekutif–legislatif tidak lagi sekadar berbeda pandangan, melainkan telah menjelma menjadi pertarungan legitimasi dan kendali kekuasaan atas arah pemerintahan daerah.***(NP/Efrid Bata)

Add Comment

Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.


©2020 — NUSA PAGI