![]() |
| (Refleksi Hari Ibu) Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, BHK |
Pengantar
“Ibu adalah sekolah pertama; bila engkau mempersiapkannya dengan baik, berarti engkau mempersiapkan bangsa yang besar.” – KH. Hasyim Asy’ari
“Jika kamu mendidik seorang laki-laki, kamu mendidik satu orang; jika kamu mendidik seorang perempuan, kamu mendidik sebuah bangsa.”.... Mahatma Gandhi
Sejarah Hari Ibu di Indonesia
Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap 22 Desember, berawal dari Kongres Perempuan Indonesia I pada 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta, yang mempertemukan berbagai organisasi perempuan untuk membahas isu penting seperti pendidikan, pernikahan anak, dan hak-hak perempuan. Peristiwa ini menjadi tonggak kebangkitan gerakan perempuan Indonesia. Untuk mengenang momentum tersebut, pemerintah menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden RI No. 316 Tahun 1959. Sejak itu, Hari Ibu diperingati secara nasional, bukan hanya sebagai penghormatan kepada sosok ibu dalam keluarga, tetapi juga sebagai pengakuan atas peran strategis perempuan sebagai “Ibu Bangsa” pendidik utama sekaligus penggerak perjuangan bangsa.
Berbeda dengan Mother’s Day di negara lain yang menekankan kasih sayang personal, Hari Ibu di Indonesia menegaskan peran perempuan dalam membangun bangsa, memperjuangkan hak-hak sosial, dan menanamkan nilai kebajikan dalam keluarga serta masyarakat. Tokoh-tokoh penting seperti Nyi Hadjar Dewantara, Ny. Soekonto, dan Sujatin Kartowijono, Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan), dan Maria Ulfah Santoso turut mewarnai sejarah gerakan perempuan Indonesia.
Peran Strategis Perempuan dalam Membangun Bangsa
Hari Ibu bukanlah sekadar perayaan kasih sayang, melainkan sebuah refleksi mendalam atas perjuangan perempuan dari masa ke masa. Tema Hari Ibu 2025, “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045”, menegaskan bahwa perempuan tetap menjadi pilar penting dalam membentuk generasi emas dan pembangunan bangsa. Momentum ini mengingatkan kita bahwa perempuan bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi pelaku utama dalam perjalanan bangsa, bahkan pada aspek tertentu mampu melampaui kaum adam. Hal ini tampak nyata dalam ketangguhan perempuan yang sanggup memikul peran ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah, juga dalam kepekaan hati yang membuat mereka lebih peka terhadap kebutuhan anak dan keluarga, serta dalam kontribusi nyata di ruang publik sebagai pemimpin, pendidik, tenaga kesehatan, dan penggerak ekonomi kreatif. Sejarah pun mencatat, dari Kartini hingga tokoh-tokoh Kongres Perempuan, perempuan Indonesia telah menjadi motor perubahan sosial dan politik. Dengan rahimnya, perempuan melahirkan kehidupan baru; dengan kasih dan kelembutannya, ia membentuk karakter generasi; dan dengan keteguhannya, ia menopang bangsa di tengah tantangan.
Lalu, yang menarik bahwa peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember selalu jatuh tiga hari sebelum Natal. Entah sebuah kebetulan atau tidak, namun hal ini menghadirkan simbol yang indah: sosok Maria, ibu Yesus, seorang perempuan belia yang dipilih Allah untuk melahirkan Sang Putra Natal. Sejak peristiwa Bethlehem hingga Golgota, Maria senantiasa hadir mendampingi Putranya, bahkan di saat-saat paling sulit. Kasih seorang ibu, sebagaimana ditunjukkan Maria, adalah kasih yang tak terbatas, kasih yang setia, yang membuka pintu keselamatan bagi umat manusia. Kasih seorang ibu juga nyata dalam kehidupan masa kini. Tanpa mengecilkan peran ayah, ibu adalah simbol kehidupan keluarga. Kehadirannya membuat hidup lebih bermakna. Seorang ibu mampu berperan ganda, bahkan ketika harus menjadi orang tua tunggal (single parent). Intuisi dan kepekaan hati menjadikan seorang ibu lebih memahami anak dan keluarga dibandingkan ayah yang cenderung rasional. Hubungan emosional ibu dengan anak begitu kuat, sehingga ia lebih peka terhadap perasaan anak-anaknya. Mengapa demikian? Sebab selama kurang lebih sembilan bulan seorang anak hidup di dalam rahimnya. Oleh karena itu, bagi seorang anak, rahim seorang ibu adalah surga baginya. Maka, jikalau seorang anak mengkhianati ibunya, neraka adalah pelabuhan terakhir hidupnya. Sejujurnya, sulit menggambarkan kehebatan seorang ibu: ia hanya memberi tanpa pernah mengharap kembali, rela bertarung nyawa antara mati atau hidup saat seorang anak dilahirkan. Tak heran jika muncul ungkapan ini: “Seorang ibu sanggup memelihara sepuluh anak, tetapi sepuluh anak belum tentu sanggup memelihara seorang ibu.”
Jadi, peran ibu sungguh luar biasa, bahkan disebut dalam ungkapan: “Surga ada di bawah telapak kaki ibu.” Mengapa? Sebab Allah mempercayakan rahim seorang ibu sebagai tempat terciptanya kehidupan baru. Selama sembilan bulan, rahim ibu menjadi surga bagi ciptaan baru. Maka, menghormati ibu berarti menghormati karya Allah sendiri. Sebaliknya, mengabaikan ibu apalagi mengkhinatinya adalah bentuk kedurhakaan. Ironisnya jug, bahwa masih ada ibu juga yang menelantarkan, membuang, bahkan menggugurkan anaknya. Padahal, tindakan itu berarti merampas hak hidup ciptaan Allah. Oleh karena itu, peringatan Hari Ibu menjadi sebuah panggilan hidup nan mulia, agar setiap perempuan menyadari perannya sebagai rekan Allah, dalam karya penciptaan, menjaga dan merawat kehidupan yang dipercayakan kepadanya.
Demikianlah peran strategis perempuan dalam membangun bangsa yang dimulai dari keluarga, masyakat dan bangsa. Jadi, dari keluarga untuk Indonesia, dengan ibu adalah pendidik pertama yang menanamkan nilai kejujuran, kerja keras, dan cinta tanah air. Dari pangkuan ibu lahirlah generasi emas yang siap menyongsong masa depan bangsa. Perempuan menanamkan nilai moral, spiritual, dan kebajikan yang menjadi fondasi kepribadian anak. Mereka menjaga keseimbangan keluarga, mengelola ekonomi rumah tangga, dan menanamkan nilai kebersamaan. Kasih dan pengorbanan seorang ibu membentuk anak-anak yang berintegritas dan berdaya juang tinggi, sehingga keluarga menjadi fondasi kokoh bagi masyarakat dan bangsa. Namun, peran perempuan tidak berhenti di rumah. Dalam konteks dewasa ini, perempuan hadir di ruang publik sebagai pemimpin, pengusaha, pendidik, dan profesional. Mereka berkontribusi dalam usaha kecil, ekonomi kreatif, hingga kepemimpinan perusahaan besar. Perempuan juga menjadi agen perubahan sosial (agents of social change) yang memperjuangkan kesetaraan, membangun solidaritas, dan menghadirkan keseimbangan nilai dalam masyarakat. Di tengah dunia kerja yang rasional, perempuan membawa empati, intuisi, dan kepekaan hati yang memperkaya pengambilan keputusan, sehingga menghadirkan dimensi kemanusiaan yang sering kali terabaikan.
Maka, Hari Ibu menjadi panggilan untuk mempertegas bahwa perempuan adalah pilar bangsa. Mereka bukan sekadar pelengkap kaum adam, melainkan mitra sejajar dalam membangun negeri. Bahkan, pada aspek tertentu, perempuan menunjukkan keunggulan: kepekaan hati, keteguhan menghadapi tantangan, dan keberanian mengambil peran besar. Sosok Maria menjadi simbol perempuan yang membuka jalan keselamatan, gambaran bahwa perempuan mampu menjadi kunci perubahan sejarah. Jadi, perempuan berdaya melahirkan keluarga bahagia, masyarakat damai, dan bangsa sejahtera. Dari rumah hingga kantor, dari desa hingga kota, langkah perempuan adalah jejak harapan bagi generasi penerus. Dengan kasih, karya, dan keteguhan, perempuan Indonesia menyalakan cahaya menuju kejayaan bangsa. Maka benar adanya: Perempuan Berkarya, Indonesia Berjaya.
Penutup
“buku adalah wanita paling indah yang pernah kulihat. Segala yang aku miliki, aku berutang pada ibuku”... George Washington
“Pelukan ibu terbuat dari kelembutan, dan anak-anak tidur dengan nyenyak di dalamnya”... Victor Hugo
Hari Ibu bukan sekadar peringatan, melainkan pengakuan atas kekuatan perempuan yang berdaya dan berkarya. Dari tangan-tangan penuh kasih lahir generasi penerus, dari karya-karya penuh makna tumbuh bangsa yang maju. Menuju Indonesia Emas 2045, perempuan adalah cahaya yang menuntun, pilar yang menguatkan, dan inspirasi yang menggerakkan. Jadilah Perempuan berdaya, Indonesia berjaya. Akhirnya, bagi dunia, ibu hanyalah sesorang, tetapi bagi seorang anak ibu adalah dunianya. ***


Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.