Advertisement
Scroll Keatas Untuk Lanjutkan Membaca
BREAKING NEWS

P. Leo Kleden, SVD Bilang Peristiwa Sebagai Peristiwa Cepat Berlalu, Tapi Kisah yang Tertulis akan Tinggal Tetap

   
P. Leo Kleden, SVD Bilang Peristiwa Sebagai Peristiwa Cepat Berlalu, Tapi Kisah yang Tertulis akan Tinggal Tetap

P. Leo Kleden, SVD Bilang Peristiwa Sebagai Peristiwa Cepat Berlalu, Tapi Kisah yang Tertulis akan Tinggal Tetap

Pater Leo Kleden, SVD (kiri) saat membedah buku kenangan menyambut Tahbisan Uskup Agung Ende terpilih, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD di Aula STIPAR Ende (Foto : NP/EB)

Ende - Nusapagi.com || Acara peluncuran (launching) buku kenangan menuju Tahbisan Uskup Agung Ende, Mgr Paulus Budi Kleden, SVD di Aula STIPAR Ende, Minggu (18/08/2024) menyita perhatian semua audies yang hadir, karena tampilannya sosok P. Leo Kleden, SVD sebagai pembedah buku yang sangat cerdas dan antusiasme.

Beliau membedahnya dengan sangat indah makna dari setiap tulisan yang ada dalam buku yang berjudul "Caritas Fraternitatis Maneat In Vobis" (Peliharalah Kasih Persaudaraan) sebagai moto kegembalaan Uskup Agung Ende terpilih.

Pater Leo Kleden, SVD mengatakan Buku ini merupakan bunga rampai yang indah, hasil karya 24 penulis dari berbagai profesi dan aneka latar belakang: ada anggota keluarga, sastrawan, jurnalis, seniman, politisi, dosen dan rekan kerja, imam, mantan Superior General, misionaris, dan tokoh awam. 

"Keterlibatan mereka ini menampilkan kekayaan karisma Gereja Lokal KAE dalam kesatuan dengan Gereja Sejagat. Proficiat untuk para penulis dan editor yang sudah bekerja keras dan antusias untuk menghasilkan buku ini dalam tempo dua bulan saja, untuk menyambut kedatangan Uskup Baru," ucapnya.

Kegembiraan dan antusiasme umat terlihat jelas sekali dalam upacara penerimaan pada tanggal 10 Agustus 2024. Saya tidak sempat hadir, karena sedang bertugas di Dili, Timor Leste, dan hanya bisa menyaksikannya melalui YouTube. 

Kehadiran tokoh-tokoh agama lain dan sambutan dalam bahasa adat oleh Mosa Laki Ende dan Ndona menunjukkan ketulusan hati untuk dialog dan kerja sama antaragama.

"Tetapi momen selebrasi yang luar biasa indah itu hanya terjadi sekali dan takkan terulang lagi. Peristiwa sebagai peristiwa cepat berlalu, tapi kisah yang tertulis akan tinggal tetap," ungkapnya. 

Karena itulah buku persembahan ke-24 penulis ini merupakan ucapan selamat datang mewakili kita sekalian, dan akan menjadi sebuah dokumen sejarah KAE yang bisa dibaca lagi dan lagi di masa depan.

Judul buku ini diambil dari moto kegembalaan Uskup Agung Ende yang dikutip dari Surat Ibrani 13: 1. Kalau kita membaca seluruh Bab 13 Surat Ibrani, maka menjadi jelas apa yang dimaksudkan dengan himbauan: "Periharalah kasih persaudaraan". 

Kasih itu dilaksanakan dengan memberi tumpangan kepada tamu dan orang asing, memperhatikan orang-orang hukuman serta korban tindak kekerasan, menghormati kesucian hidup berkeluarga, menghindari nafsu uang dan harta, menghayati pola hidup sederhana dengan mengandalkan Tuhan dalam hidup dan karya.

"Tuhan adalah penolongku Aku tidak akan takut Apa yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (13: 8). Firman ini terhubung dengan sabda Tuhan dalam Mat. 23 di mana Yesus dengan tegas mengatakan: "Kamu semua adalah saudara" (23: 8), sebab Guru dan Pemimpinmu hanya satu yaitu Kristus, dan Bapamu hanya satu, yang ada di surga. Dan karena kita semua adalah saudara, maka Yesus menegaskan pola kepemimpinan yang melayani: "Siapa yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu" (Mat. 23: 11).

"Semboyan ini juga senafas dengan seruan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Fratelli Tutti, di mana beliau menghimbau umat beriman serta semua orang yang berkehendak baik untuk keluar dari awan gelap egoisme global dan keserakahan neoliberalisme, dan menghayati solidaritas kristiani dengan menolong orang asing yang jatuh tergeletak di pinggir jalan kehidupan, menciptakan sebuah dunia terbuka yang merangkul semua orang sebagai saudara, mengusahakan dialog antaragama dan antarbudaya," imbuhnya.

Dengan semboyan: "Peliharalah kasih persaudaraan", Paul Budi sudah menunjukkan gaya kepemimpinan yang hendak diembannya sebagai Gembala Umat. Para mantan murid dan sahabat dekatnya tahu bahwa beliau mengucapkan apa yang dihayatinya dan menghayati apa yang diucapkannya. 

"Ucapan ini bernilai karena konsisten dengan penghayatan hidupnya," jelas Pater Leo Kleden.

Buku ini terdiri dari lima bagian, tetapi bisa dibagi dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah ucapan selamat datang dan kisah-kisah yang memperkenalkan pribadi, karya, dan pemikiran Paul Budi Kleden bagi umat Keuskupan Agung Ende (KAE). Kelompok kedua adalah kisah tentang keadaan KAE serta program kerja melalui Muspas I-VIII dan Musdikat (Musyawarah Pendidikan Katolik) I-II, serta harapan umat dari kepemimpinan Mgr. Paul Budi Kleden.

Boleh dikatakan buku ini merupakan gabungan dua lembar narasi, yaitu kisah tentang Paul Budi Kleden dan tentang komunitas beriman Keuskupan Agung Ende yang dirajut jadi satu.

Filsafat Hermeneutika kontemporer menyebut identitas pribadi manusia dan identitas suatu komunitas sebagai identitas naratif karena jati diri manusia dan masyarakat hanya bisa diketahui melalui rajutan kisah (Ricoeur).

Tetapi filsuf Gadamer mengingatkan: "What is said is surrounded by the infinity of the unsaid", "Apa yang diucapkan selalu dilingkupi jumlah tak terbatas dari apa yang tidak diucapkan". Karena itu apa yang dikisahkan dalam buku ini, selalu bisa dilengkapi dengan kisah-kisah lain menjadi rajutan yang lebih kaya dan indah. Hal ini berlaku baik untuk kisah pribadi seseorang, dalam hal ini Mgr. Paul Budi Kleden, maupun tentang Keuskupan Agung Ende.***(NP/ Efrid Bata)

Add Comment

Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.


©2020 — NUSA PAGI