![]() |
| Wakil Ketua DPRD Ende, Flavianus Waro,S.Psi memimpin Sidang Paripurna Penggunaan Hak Interpelasi DPRD di ruang Paripurna DPRD Ende (Foto : NP/Efrid Bata) |
Ende - Nusapagi.com || Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende resmi menggelar Rapat Paripurna dalam rangka penggunaan Hak Interpelasi terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Ende terkait penetapan dan pelaksanaan Peraturan Bupati (Perbup) Ende Nomor 10 Tahun 2025. Paripurna yang digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Ende, Kamis (11/12), dipimpin Wakil Ketua DPRD Ende, Flavianus Waro, S.Psi dan dihadiri pimpinan serta mayoritas anggota dewan.
Rapat paripurna ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Ende Nomor 11/BAMUS/DPRD/2025, yang mengatur agenda penggunaan Hak Interpelasi sebagai bagian dari fungsi pengawasan dewan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Hak Interpelasi diajukan terkait Perbup Ende Nomor 10 Tahun 2025, yang mengubah Perbup Ende Nomor 126 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD 2025. Sejumlah fraksi menilai perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa mengikuti mekanisme yang diatur perundang-undangan, terutama terkait perubahan struktur APBD dan penggunaan SILPA.
Dalam keputusan DPRD yang dibacakan Agustinus Wadhi salah satu Wakil Ketua DPRD Ende di hadapan Paripurna sidang, menegaskan bahwa penggunaan Hak Interpelasi dilakukan karena kebijakan tersebut dinilai sebagai kebijakan strategis yang berdampak luas dan wajib mendapatkan persetujuan DPRD sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 serta perubahan-perubahannya.
Rapat Paripurna ini memuat lima agenda pokok, yakni:
1. Penyampaian penjelasan lisan oleh pengusul Hak Interpelasi.
2. Pandangan umum fraksi-fraksi terhadap penjelasan pengusul.
3. Tanggapan pengusul atas pandangan fraksi.
4. Permintaan persetujuan lisan dari pimpinan kepada anggota dewan.
5. Pembahasan dan penetapan Rancangan Keputusan DPRD menjadi Keputusan DPRD Ende tentang Pelaksanaan Hak Interpelasi terhadap Perbup Nomor 10 Tahun 2025.
Keputusan tentang Pelaksanaan Hak Interpelasi kemudian disahkan melalui Keputusan DPRD Ende Nomor 07/DPRD/170/1.1.200/XII/2025, yang ditandatangani Wakil Ketua DPRD Ende, Flavianus Waro, S.Psi.
Dalam paripurna tersebut, lima fraksi secara resmi menyatakan setuju atas penggunaan Hak Interpelasi. Berikut ringkasan pandangan fraksi:
Abdul Kadir Hasan Mosa Basa dari Fraksi PKB menilai penggunaan Hak Interpelasi merupakan bagian dari hak konstitusional DPRD sesuai Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945 yang mencakup Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat.
“Perbup 10 Tahun 2025 terkesan menyalahi aturan. Karena itu, penggunaan Hak Interpelasi menjadi instrumen penting untuk meminta penjelasan pemerintah daerah.” imbuhnya.
Sukri Abdullah dari Fraksi PSI mengapresiasi kehadiran seluruh anggota DPRD Ende yang mengikuti paripurna. Menurut PSI, Hak Interpelasi bukanlah bentuk manajemen konflik, melainkan sebuah instrumen resmi pengawasan.
“Kami menggunakan Hak Interpelasi karena terdapat indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam APBD 2025. Ini bukan manajemen konflik, ini instrumen konstitusional DPRD.” pungkasnya
Megi Sigasare dari Fraksi Golkar menegaskan bahwa interpelasi menjadi alat untuk memastikan tidak ada kebijakan daerah yang melanggar ketentuan.
“Perubahan struktur APBD tanpa persetujuan DPRD dan penggunaan SILPA tanpa persetujuan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip pengelolaan keuangan daerah.”tegasnya.
Armin Wuni Wasa dari Fraksi NasDem menyatakan sikap mendukung penuh penggunaan Hak Interpelasi.
“NasDem setuju interpelasi sebagai bentuk tanggung jawab DPRD dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah.” tandasnya.
Chairul dari Fraksi Gabungan menegaskan sikap bersama anggota dewan yang mendukung langkah tersebut.
“Ada 17 anggota DPRD dari lima fraksi yakni : NasDem, PSI, PKB, Golkar, dan Fraksi Gabungan setuju dengan penggunaan Hak Interpelasi, karena Pemerintah telah mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan.” ujarnya.
Melalui keputusan ini, DPRD Ende menegaskan komitmennya dalam menjalankan fungsi pengawasan, khususnya terhadap pengelolaan APBD sebagai instrumen utama pembangunan daerah. Penggunaan Hak Interpelasi menjadi langkah awal untuk meminta penjelasan resmi dari Bupati Ende mengenai dasar perubahan penjabaran APBD yang dinilai mengandung dugaan pelanggaran prosedural.
Keputusan ini mulai berlaku sejak Kamis, 11 Desember 2025 dan membuka jalan bagi DPRD untuk melanjutkan proses interpelasi pada tahapan berikutnya.***(NP/Efrid Bata)


Centang kotak Notify Me agar mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.