HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Mutiara Iman yang Dibawakan Romo Jeff Saat Misa Perdana Pater Engky, SVD Menggugah dan Menginspirasi

Romo Jeff Woi, Pr saat Memberikan Homili saat Misa Perdana Pater Engky, SVD di gereja Mautapaga Ende ( Foto : Tangkapan Layar Youtube Komsos KAE)

Ende - Nusapagi.com || Mutiara iman yang tersaji dalam kotbah yang dibawakan Romo Jeff saat merayakan misa perdana P. Kornelius Kesar Frengki Keta, SVD di Gereja ST. Josef Freinademetz Mautapaga Keuskupan Agung Ende, Minggu (06/10/2024) sore sungguh menggugah dan sangat menginspirasi.

Inilah homili lengkap Romo Jeff. Mari kita simak dan cerna, karena didalamnya ada mutiara iman yang sungguh membuat hidup kita semakin bermakna; baik bagi Tuhan, sesama maupun orang - orang yang dilayani.

Pater Engki yang berbahagia, mama, Alfin, Ica, dan Onci. Keluarga besar dari Wolomotong-Maumere dan Ndito, para imam, biarawan-wati, dan umat beriman terkasih. 

"Tetapi apa katamu, Siapakah Aku ini?" Inilah motto yubilaris kita, P. Kornelius Kesar Frengki Keta, SVD. Putera ketiga dari Pasangan Almarhum Bpk. Polikarpus Keta asal Ndito dan Mama Benedikta Bota asal Wolomotong-Maumere, memaknai ziarah menggapai imamat ini dengan meminjam kata-kata Yesus dalam bentuk pertanyaan kepada para murid.

"Siapakah Aku ini, diajukan Yesus saat sedang dalam perjalanan bersama para murid menuju Kaisarea Filipi. Perjalanan menuju Kaisarea Filipi adalah puncak pertama dari drama Injil Markus sebelum masuk puncak kedua dalam peristiwa kesengsaraan Yesus. Pertanyaan menuju puncak pertama ini adalah penting untuk mempersiapkan para murid mengetahui idenitias Yesus dan cara Dia melakukan misi penyelamatannya.

Ketika di tengah jalan Yesus mengajukan pertanyaan pertama: Kata orang siapakah Aku ini? Pertanyaan ini diajukan Yesus untuk mengetahui tingkat kepercayaan para pendengarNya, apakah orang-orang kebanyakan itu percaya karena mujizat-mujizat yang telah dilakukanNya ataukah ada motivasi lain. 

Ada tiga jawaban yang diberikan dan ketiganya belum memenuhi maksud Yesus sesungguhnya. Karena itu, la mengajukan pertanyaan kedua dengan isi yang sama," Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? Petrus sebagai yang pertama di antara kedua belas murid menjawab, Engkau adalah Mesias. Dengan menyebut "Mesias" Petrus tahu bahwa Yesus adalah tokoh Pembebas dengan kuasa dari Allah. Namun pemahaman Petrus ini berbeda dengan penjelasan lanjutan dari Yesus. Mesias adalah Anak Manusia yang harus menanggung banyak penderitaan. Petrus tidak setuju. Mesias tidak boleh mengalami kesakitan apalagi kematian. Mereka berdua terlibat dalam dialog keras dengan persepsi yang berbeda. Petrus memarahi Yesus dan Yesus menegurnya dengan keras.

Pemahaman Petrus yang belum tepat tentang Mesias dijelaskan oleh Yesus dengan memberi pernyataan sempurna, "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku." Inilah pernyataan begitu mutlak dan radikal.

Pertanyaan Yesus, "Siapakah aku ini? Dan rangkaian penjelasan Yesus tentang jati dirinya sebagai Mesias yang harus menderita serta konsekuensi bagi para pengikutNya menjadi pijakan refleksi Yubilaris saat memutuskan untuk ditahbiskan menjadi imam biarawan SVD.

Saudara-saudari terkasih,

"Siapakah aku ini? Yubilaris mengambil posisi seperti Yesus yang bertanya kepada orang lain di sekitar. Sebab orang lain memiliki penilaian yang berbeda dan beraneka ragam tentang dirinya. Keyakinan yubilaris ini lahir dari sebuah kesadaran bahwa orang lain dengan caranya yang spesial telah memberi andil dan berkontribusi dalam seluruh peziarahan panggilan hidupnya.

Di kalangan keluarga dan kita yang lain, yubilaris disapa Engky namun ketika masuk novis di Kuwu-Ruteng, teman-temannya memanggil "Engkos". Engkos kecil di Detusoko, biasa jadi misdinar saat Misa. Selesai misa Opung Egi dan saya waktu itu, sering ajak misdinar makan biskuit khonguan, yang dibawa opung kalo pulang dari kota Ende. Maklum mantan pastor katedral ini banyak kenalan pemilik toko, sehingga kami foya-foya.

Engkos kecil ini makin semangat. Namun niat untuk masuk seminari belum ada. Waktu itu kakanya Alfin sudah duluan di Seminari Sinar Buana Sumba. Mamanya selalu siap ayam goreng saat Alfin mau kembali liburan. Engkos kecil cuma dapat sayap dan kakinya. Engkos yang gemar makan enak jadi penasaran mau masuk seminari biar tidak hanya makan sayap dan kaki saja. Secara kebetulan Suster OSF pengasuh SD Marsudirini Detusoko ingin memberikan bantuan studi jika Engkos mau masuk seminari. 

Akhirnya Engkos masuk seminari Sumba bersama sang kakak. Inilah awal bagi Engkos untuk mengenal siapakah dirinya di mata orang lain. Pemberian, perjumpaan, dan pengalaman ada bersama yang lain merupakan benih berharga yang dibawanya dalam setiap permenungan akan hidup panggilan sampai pada hari kemarin saat ditahbiskan menjadi imam. 

Kehadiran orang lain dan perjumpaan bersama yang lain, turut membentuk identitas dirinya untuk menjadi imam. Karena itu, pertanyaan Siapakah Aku ini, di mata orang lain membuat Pater Engki menyadari bahwa imamat ada dalam kemenyatuan dengan yang lain. Imamat memang sebuah relasi personal yang vertikal dengan Tuhan yang memanggil tetapi imamat itu berdimensi sosial, ada relasi horisontal yang memungkinkan imamat itu hidup, tumbuh dan berkembang bersama orang lain. 

Imamat itu sebuah dialog interaktif dan relasi tanpa batas dan tanpa sekat yang membedakan. Karena itu menjadi imam itu penuh kasih tidak pilih kasih. Dengan umat tidak ada like dan dislike, sekalipun itu domba yang menjengkelkan. 

Seorang imam melihat umat seperti seorang Samaria yang baik hati. Spiritualitas good samaritan mengajak imam untuk tidak hanya melihat tetapi tergerak dan bergerak. Imam tidak hanya berujar dari mimbar tetapi lebih banyak mendengar dengan sabar. Imam tidak hanya gas di jalanan tetapi berhenti di tengah jalan untuk mendengarkan umat.

Banyak kisah terpendam di hati umat yang perlu didengarkan. Sering terdengar imam katakan: "saya sibuk, saya tidak punya waktu." Tapi imam membuang waktu dan kelebihan waktu di media sosial. Imam memang punya otoritas tetapi tidak bertindak otoriter.

Selain itu, sebagai seorang imam serikat Sabda Allah, pertanyaan "Siapakah Aku ini," memberikan ciri dan karakter seorang biarawan yang selalu ada dalam komunitas persaudaraan dengan konfrater yang lain. Hidup berkomunitas mengikis rasa ego dan superioritas yang mau menang sendiri. Yang mengerti dan mengenal baik seorang imam hanyalah rekan imam. Karena itu persaudaraan imami yang tulus adalah mutlak perlu agar tidak terjebak dalam persaudaraan basa-basi yang lain di bibir, lain di hati.

Saudara-saudari terkasih,

Kini setelah ditahbiskan menjadi imam, pertanyaan "Siapakah Aku ini, masuk dalam babak baru untuk memaknai identitas diri yang baru. Saya Pater Engki, titik, bukan yang lain. Dalam sapaan selanjutnya ada kalanya akan dipanggil bapa pater Engki atau saya misalnya dipanggil bapa romo.

 Keduanya memiliki arti yang sama: pater itu bahasa Latin artinya bapak dan romo itu dari bahasa Jawa adalah panggilan untuk bapak dengan status sosial yang dihormati. Meski kita disapa dengan dua bapak tetapi kita tidak memiliki identitas ganda. Imam disapa bapa pater, bapa romo tapi bukan bapak punyanya sang mama. Bapaknya sang mama punya status dan peran yang berbeda. Ilustrasi ini hanya mau menegaskan identitas diri sebagai imam. Imam ditahbiskan menurut citra Imamat Yesus Kristus dan bertindak atas nama Kristus (in persona Christi). 

Kita tetap disebut bapak pastor dengan identitas tunggal sebagai pribadi yang terurapi. Peran kita ganda atau bahkan lebih tetapi identitas kita tunggal. Sebab, identitas ganda membuat kita lupa diri, lalu mengambil peran bapak yang lain yang bukan menjadi identitas kita yang sesungguhnya. Apapun panggilan dan gelarnya, seorang imam haruslah tetap sadar diri, batas diri dan tahu menempatkan diri. Demikianlah sepenggal refleksi yubilaris menjelang tahbisan. Dengan sadar diri, batas diri, dan tahu menempatkan diri, seorang imam belajar mempertahankan identitas dirinya agar tidak kehilangan jati dirinya sebagai seorang imam.

Pater Engki dengan identitas barunya sebagai imam Kristus, masih saja bertanya, Siapakah aku ini? Pertanyaan ini membersitkan suatu kegairahan baru untuk bermisi dan berbuat sesuatu. Identitas diri yang baru hidup dan berdaya guna oleh aktivitas yang dikerjakan. Lalu apakah yang harus dibuat? Yesus, imam agung sejati dalam Injil tadi berujar, " Setiap orang yang mau mengikuti Aku. 

Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku." Sangkal diri artinya, imam memang tinggal di atas dunia tetapi tidak hidup oleh seretan arus duniawi. Pengikraran dan penghayatan ketiga kaul: ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian adalah bentuk penyangkalan diri seorang imam religius. Ketaatan itu ongkos termahal, kemiskinan itu harta termahal, dan kemurnian adalah mahkota termahal. 

Ketiganya memang mahal tapi menjadi murah kalau ada penyangkalan diri. Selanjutnya pikul salib memiliki makna pengorbanan diri seorang imam yang terbagi dan terpecah seperti ketika imam merayakan Ekaristi. Salib seorang imam banyak dan berat. Tetapi salib itu tidak untuk dibuang lalu menjadi kecewa dan putus asa. Paus Fransiskus pernah berpesan kepada para imam: "Sering kali imam mudah tertular virus keputusasaan. Tetapi Tuhan memberi vaksin mujarab yaitu harapan.

Pengharapan membuat imam terus berjalan maju dengan semangat yang selalu baru." Banyak orang yang berbicara tentang imam tetapi sedikit sekali yang berbicara dengan imam, terlebih saat imam itu jatuh. Di sisi lain, imam yang ada dalam kesulitan justru menutup diri dan epen dengan yang lain. Akhirnya, "mengikuti Aku." Ini adalah aktivitas sepanjang imam itu ada dan hidup. Mengikuti Aku sebagai seorang SVD adalah siap diutus ke mana saja. 

Misionaris Sang Sabda ini akan diutus ke Equador, sebuah negara yang terletak di bagian ujung barat Amerika Selatan. Meski misi itu jauh, ingat kata-kata Yesus, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan". 

Misi itu bukan jauh-dekat, sulit-gampang, susah-senang, kering-subur. Misi itu adalah pelayanan untuk memuliakan Allah, demikian inti sari wejangan Santo Arnoldus Jansen, Bapak pendiri kongregasi SVD.

Saudara-saudari terkasih,

Bersama yubilaris yang kita cintai, hari ini Umat Paroki Mautapaga merayakan hari ulang tahun paroki yang ke 31. Paroki ini bersukacita karena pada tahun ini lahir imam sulung dari wilayah lingkungan XIV, lorong PLTD. Di tengah suara berisik mesin disel listrik sepanjang 24 jam, sama sekali tidak mengganggu refleksi seorang putera terbaik berbody lebar dan tangguh. Si Engky jumbo ini disambut hangat kemarin sore mulai dari depan kantor PLTD menuju rumah kediamannya. 

Lingkungan XIV yang berada di depan kali mati kini menjadi tanah yang hidup dengan lahirnya satu KUB baru pula. Hentikan kaki hegong Wolomotong dan alunan selendang feko-genda Ndito bersatu mengiiringi penjemputannya diapiti tua-muda, dewasa dan anak kecil dengan wajah ceriah. "Saya tidak banyak kenal karena cuma liburan sebulan selama jadi seminaris dan frater," kata imam baru kita ini. Pater memang tidak banyak kenal nama dan siapa mereka. Tetapi umat mengenal Pater dari hati, itulah yang membuat yubilaris sangat yakin bahwa dia telah diterima dengan penuh hati dan sukacita sebagai anak dari Paroki ini.

Paroki yang berpelindungkan Santo Yosef Freinademetz, misionaris sulung SVD di China. Maka seluruh refleksi imamat di atas bermuara dan memiliki ikatan kasih penuh persaudaraan antara imam dan umat. Sehingga pertanyaan "Siapakah aku ini" hendak menegaskan perbedaan fungsi dan peran kita masing-masing. Tetapi identitas kita sebagai pengikut Kristus yang sudah dibaptis adalah satu dan sama.

Peziarahan kita sebagai imam dan umat masih panjang dan sepanjang jaman. Karena itu, pertanyaan Yesus, "Siapakah Aku ini," akan tetap aktual. Sebab identitas diri, baik sebagai imam maupun umat akan selalu ditanyakan supaya masing-masing kita setia pada identitas dan tidak kehilangan identitas.

Mengakhiri kotbah ini, saya kutip sebuah puisi untuk rekan imamku ini dan imam kita semua, Pater Engky:

Sekali mengenakan jubah, jangan berubah, Jangan penah mengubah walau godaan mewabah, Bahkan sampai laut terbelah, kenakan terus jubahmu, Sebab banyak yang menjamah, demi tetesan rahmat. Itulah kotbah yang hidup.

Proficiat Yubilaris dan dirgahayu Paroki Mautapaga. Amin.

Editor : Efrid Bata

Posting Komentar
Tutup Iklan